13 December 2010

Pencil and Eraser


Pencil: I'm sorry....
Eraser:
For what? You didn't do anything wrong.

Pencil:
I'm sorry because you get hurt because of me. Whenever I made a
mistake, you're always there to erase it. But as you make my mistakes vanish, you lose a part of yourself. You get smaller and smaller each time.

Eraser:
That's true. But I don't really mind. You see, I was made to do
this. I was made to help you whenever you do something wrong. Even though one day, I know I'll be gone and you'll replace me with a new one, I'm actually happy with my job. So please, stop worrying. I hate seeing you sad. :)

found this conversation between the pencil and the eraser very
inspirational. Parents are like the eraser whereas their children are the pencil.

They're always there for their children, cleaning up their mistakes.
Sometimes along the way... they get hurt, and become smaller (older, and eventually pass on). Though their children will eventually find someone new (spouse), but parents are still happy with what they do for their children, and will always hate seeing their precious ones worrying, or sad.

This is for all parents out there.....



Best regards,


source: Email Forward from Maria

13 April 2010

Tamu sang maestro



Apa yang terjadi bila seekor anjing mengacaukan sebuah konser? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, saksikan bersama saya pertunjukan musik pada malam musim semi di Lawrence, Kansas. Ambillah tempat duduk di Hoch Auditorium dan saksikan The Leipzig Gewandhaus Orchestra, sebuah orkestra tertua didunia yang ditampilkan sepanjang zaman. Para komposer dan pemimpin musik terhebat dalam sejarah memimpin orkes tersebut. Orkes itu telah ada sejak jaman Beethoven, meskipun beberapa pemusiknya telah diganti.

Anda dapat menyaksikan bagaimana para musisi Eropa tersebut berpakaian Anggun dan mengambil tempat duduk di panggung. Anda dapat mendengar para pemusik profesional dengan teliti mulai menyesuaikan nada pada alat musik mereka. Pemain perkusi mendekatkan telinganya pada drum, seorang violis memetik dawai biolanya. Pemain klarinet mengatur suara alat musiknya. kemudian tegakkan tubuh Anda sedikit tatkala lampu meredup dan para pemain telah selesai melaraskan nada. Konser akan segera dimulai.

Dirigen orkestra itu, sang maestro, mengenakan jas panjang. Ia melangkah lebar menuju panggung, naik ke podium dan memberikan isyarat kepada para pemain untuk berdiri. Anda dan dua ribu penonton lainnya menyambut dengan tepuk tangan. Para musisi mengambil tempat duduk masing-masing. Sang maestro mengambil posisi, dan penonton pun menahan nafas.

Begitu tongkat itu mulai teracung, langit terasa terbuka dan Anda pun tenggelam dalam alunan nada Simponi Beethoven ke-3. Sungguh hebat pementasan pada malam musim semi yang panas di Lawrence, Kansas itu. Saya menyebut kata panas agar Anda mengerti kenapa pintu Auditorium dibuka. Hoch Auditorium adalah bangunan bersejarah yang tidak memiliki AC. Cahaya panggung yang sangat terang, ditambah dengan pakaian-pakaian resmi yang dikenakan dan musik yang gegap gempita, menghasilkan orkestra yang sangat meriah. Pintu keluar pada tiap-tiap sisi panggung dibiarkan terbuka agar angin dapat masuk.

Tiba-tiba masuklah seekor anjing, langsung berjalan ke panggung. Anjing kansas biasa, berwarna coklat. BUkan anjing galak. Bukan anjing gila. Cuma seekor anjing yang ingin tahu. Anjing itu lewat diantara alat musik bass, biola, dan kemudian menuju tempat selo. Ia mengibas-ngibaskan ekornya mengikuti irama musik. Ketika anjing itu lewat di antara pemain, mereka menatapnya saling memandang lalu melanjutkan permainan.

Anjing itu menyukai sebuah selo. Barangkali karena bentuk busurnya. Barangkali karena tali-tali senarnya yang setinggi pandangan mata. Apa pun alasannya, selo itu menarik perhatian anjing tersebut, yang berhenti dan mengamati alat musik itu. Seandainya anjing itu terus berjalan meninggalkan orkestra, maka musik pasti akan terus dimainkan. Seandainya anjing itu meninggalkan panggung mematuhi gerak isyarat petugas perlengkapan panggung, maka para penonton mungkin tidak akan memperhatikannya.

Anjing itu mendekati alat tiup dari kayu, menoleh pada terompet, lewat diantara para pemain suling, dan berhenti disamping sang dirigen. Simponi Beethoven ke-3 akhirnya tidak dapat dilanjutkan.

Para pemain musik tertawa. Penonton pun tertawa. Anjing itu menengadahkan kepalanya memandang sang dirigen sambil ter-engah-engah. Dirigen itu pun menurunkan tongkatnya.

Sebuah orkestra paling bersejarah didunia, musik terbagus yang pernah digubah, dan malam yang diselimuti semarak dan kemegahan itu menjadi gagal total karena seekor anjing yang tersesat.

Suara tawa itu berhenti ketika sang dirigen menoleh. Mungkinkah kemarahannya akan meledak? sang dirigen berkebangsaan jerman yang berperilaku anggun itu mengarahkan pandangannya pada kerumunan penonton, lalu kepada anjing itu, kemudian sekali lagi memandang penonton, mengangkat kedua tangannya dengan gerakan isyarat yang umum dan... mengangkat bahu.

Semua penonton tertawa terbahak-bahak. Sebelum turun dari podium, dirigen itu menggaruk-garuk bagian belakang telinga anjing itu. Anjing itu kembali mengibas-ngibaskan ekornya. Sang maestro berbicara pada anjing itu dalam bahasa jerman, tetapi anjing itu tampak seperti mengerti perkataannya. Keduanya bercakap-cakap selama beberapa saat sebelum akhirnya sang maestro memegang kalung anjing itu dan menuntunnya menuruni panggung. Dari sambutan tepuk tangan penonton, Anda pasti akan mengira bahwa itu adalah sambutan untuk Pavarotti. Sang dirigen kembali ke panggung dan musik pun kembali mengalun. Nilai musik gubahan Beethoven itu tidak berkurang karena peristiwa yang baru terjadi itu.

Dapatkan Anda menemukan diri Anda dan saya dalam gambaran kisah di atas? Saya dapat. Anjing itu adalah kita, dan Allah adalah sang maestro. Bayangkan saat kita berjalan menuju panggungnya. Kita tidak layak melakukan hal itu dan tidak dapat melakukannya denga usaha sendiri. Lebih dari itu, kehadiran kita mungkin akan mengejutkanpara pemain musik (malaikat).

Lalu kita akan berjalan ke samping sang Maestro, berdiri di sisiNya, dan menyembahNya sementara Ia memimpin musik...Kita akan melihat apa yang tak tampak dan hidup demi semua itu. Kita diundang untuk menikmati nyanyian pujian malaikat dan merindukan saat-saat ketika kita akan tinggal disisi sang Maestro. Dia akan menyambut kita. Dia juga akan berbicara kepada kita. Namun Dia tidak akan mengusir kita. Dia akan mengundang kita untuk tetap tinggal, dan menjadi tamuNya untuk selamanya.
[Max lucado]


Best regards,

24 January 2010

Hidupmu Berharga Bagi Allah




Lirik:
Hidupmu Berharga Bagi Allah


Hidupmu Berharga Bagi Allah
Tiada Yang Tak Berkenan Di Hadapan-Nya
Dia Ciptakan Kau S'turut Gambar-Nya
Sungguh Terlalu Indah Kau Bagi Dia

Dia Berikan Kasih-Nya Bagi Kita
Dia T'lah Relakan Segala-Galanya
Dia Disalib 'Tuk Tebus Dosa Kita
Kar'na Hidupmu Sangatlah Berharga

Reff:
Buluh Yang Terkulai Tak Kan Dipatahkan-Nya
Dia 'Kan Jadikan Indah Sungguh Lebih Berharga
Sumbu Yang T'lah Pudar Tak Kan Dipadamkan-Nya
Dia 'Kan Jadikan Terang Untuk Kemuliaan-Nya




Best regards,

15 January 2010

PUSH = Pray Until Something Happen

Suatu malam saya mendownload lagu-lagu rohani, sambil menunggu download-an saya selesai, sejenak saya baring dan membaca sms-sms yang pernah dikirim teman-teman. Satu sms yang membuat saya merenung sejenak adalah seperti ini bunyinya “P_U_S_H pray until something happen” berdoa hingga sesuatu terjadi :)
waw.. sungguh orang yang memiliki iman yang luar biasa untuk proses “PUSH”. Bukan begitu?

Waktu kecil saya mempunyai cita-cita yang sangat tinggi. Meski ada beberapa hal yang tidak terpenuhi tapi itu tidak membuat saya patah semangat untuk bercita-cita dan bersyukur bahwa segala sesuatu indah pada waktunya dan rencana Tuhan adalah rancangan keselamatan bukan kecelakaan.

Kalau ditelusuri, dari TK-SD-SMP-SMA-KULIAH-PUNYA PENGHASILAN SENDIRI itu bukanlah perjalanan singkat untuk mencapai semua itu dengan gigih dah keyakinan kuat bahwa “saya bisa”. Saya rasa bukan hanya saya saja yang pernah berpikir “bisa ngga ya?, mampu ngga ya?” ketika memandang untuk lebih jauh lagi ke depan, pada cita-cita dan harapan kita sendiri. Disamping itu dengan orang-orang disekitar kita yang belum tentu mendukung. Tapi tahukah anda?saya mencoba flash back dengan setiap kejadian yang pernah saya alami sampai saat ini. Wonderful! I can’t even believe that I be able to do everything was done in my life. Kenapa? Kesuksesan, mampu tidaknya kita, layak atau tidak, bukanlah ditentukan oleh kita. Semua yang kita miliki adalah karena kasih Tuhan Yesus. Itulah yang menguatkanku. AnugerahNya luar biasa untuk kita. Itulah kenapa saya yakin dan percaya bahwa suatu saat cita-cita dan harapan saya akan tercapai, meskipun orang melihatnya mustahil, namun bukankah tiada yang mustahil bagi DIA ketika kita mau percaya.

Seperti sebuah benih demikian juga keinginan dan cita-cita kita, bertunas dan bertumbuh seiring waktu, dan pada akhirnya adalah “menunggu waktunya dan percaya” bahwa pohon itu akan berbuah bagus dan siap dipetik :) pupuklah benih pohonmu dengan doa dan usaha, Tuhan pasti membantumu untuk menyiramnya dengan berkat dan menganugerahkan kepadamu buah yang sungguh indah dari benih pohon yang kau tanam. Bukan yakin bahwa “saya bisa”, tapi yakinlah bahwa “ALLAH pasti bisa”.

Ingat.. P_U_S_H pray until something happen

Tuhan Yesus memberkati ^^,



"Oleh karena itu Aku berkata kepadamu: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu." (Lukas 11:9)


"Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. " (Filipi 4:6)





Best regards,

04 January 2010

Hachiko Monogatari Kesetian Seekor Anjing


Di Kota Shibuya, Jepang, tepatnya di alun-alun sebelah timur Stasiun Kereta Api Shibuya, terdapat patung yang sangat termasyur. Bukan patung pahlawan ataupun patung selamat datang, melainkan patung seekor anjing. Dibuat oleh Ando Takeshi pada tahun 1935 untuk mengenang kesetiaan seekor anjing kepada tuannya.

Seorang Profesor setengah tua tinggal sendirian di Kota Shibuya. Namanya Profesor Hidesamuro Ueno. Dia hanya ditemani seekor anjing kesayangannya, Hachiko. Begitu akrab hubungan anjing dan tuannya itu sehingga kemanapun pergi Hachiko selalu mengantar. Profesor itu setiap hari berangkat mengajar di universitas selalu menggunakan kereta api. Hachiko pun setiap hari setia menemani Profesor sampai stasiun.

Di stasiun Shibuya ini Hachiko dengan setia menunggui tuannya pulang tanpa beranjak pergi sebelum sang profesor kembali.. Dan ketika Profesor Ueno kembali dari mengajar dengan kereta api, dia selalu mendapati Hachiko sudah menunggu dengan setia di stasiun. Begitu setiap hari yang dilakukan Hachiko tanpa pernah bosan.

Musim dingin di Jepang tahun ini begitu parah. Semua tertutup salju. Udara yang dingin menusuk sampai ke tulang sumsum membuat warga kebanyakan enggan ke luar rumah dan lebih memilih tinggal dekat perapian yang hangat.

Pagi itu, seperti biasa sang Profesor berangkat mengajar ke kampus. Dia seorang profesor yang sangat setia pada profesinya. Udara yang sangat dingin tidak membuatnya malas untuk menempuh jarak yang jauh menuju kampus tempat ia mengajar. Usia yang semakin senja dan tubuh yang semakin rapuh juga tidak membuat dia beralasan untuk tetap tinggal di rumah. Begitu juga Hachiko, tumpukan salju yang tebal dimana-mana tidak menyurutkan kesetiaan menemani tuannya berangkat kerja. Dengan jaket tebal dan payung yang terbuka, Profesor Ueno berangkat ke stasun Shibuya bersama Hachiko.
Tempat mengajar Profesor Ueno sebenarnya tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya. Tapi memang sudah menjadi kesukaan dan kebiasaan Profesor untuk naik kereta setiap berangkat maupun pulang dari universitas.

Kereta api datang tepat waktu. Bunyi gemuruh disertai terompet panjang seakan sedikit menghangatkan stasiun yang penuh dengan orang-orang yang sudah menunggu itu. Seorang awak kereta yang sudah hafal dengan Profesor Ueno segera berteriak akrab ketika kereta berhenti. Ya, hampir semua pegawai stasiun maupun pegawai kereta kenal dengan Profesor Ueno dan anjingnya yang setia itu, Hachiko. Karena memang sudah bertahun-tahun dia menjadi pelanggan setia kendaraan berbahan bakar batu bara itu.

Setelah mengelus dengan kasih sayang kepada anjingnya layaknya dua orang sahabat karib, Profesor naik ke gerbong yang biasa ia tumpangi. Hachiko memandangi dari tepian balkon ke arah menghilangnya profesor dalam kereta, seakan dia ingin mengucapkan,” saya akan menunggu tuan kembali.”

“Anjing manis, jangan pergi ke mana-mana ya, jangan pernah pergi sebelum tuan kamu ini pulang!” teriak pegawai kereta setengah berkelakar.

Seakan mengerti ucapan itu, Hachiko menyambut dengan suara agak keras,”guukh!”
Tidak berapa lama petugas balkon meniup peluit panjang, pertanda kereta segera berangkat. Hachiko pun tahu arti tiupan peluit panjang itu. Makanya dia seakan-akan bersiap melepas kepergian profesor tuannya dengan gonggongan ringan. Dan didahului semburan asap yang tebal, kereta pun berangkat. Getaran yang agak keras membuat salju-salju yang menempel di dedaunan sekitar stasiun sedikit berjatuhan.

Di kampus, Profesor Ueno selain jadwal mengajar, dia juga ada tugas menyelesaikan penelitian di laboratorium. Karena itu begitu selesai mengajar di kelas, dia segera siap-siap memasuki lab untuk penelitianya. Udara yang sangat dingin di luar menerpa Profesor yang kebetulah lewat koridor kampus.

Tiba-tiba ia merasakan sesak sekali di dadanya. Seorang staf pengajar yang lain yang melihat Profesor Ueno limbung segera memapahnya ke klinik kampus. Berawal dari hal yang sederhana itu, tiba-tiba kampus jadi heboh karena Profesor Ueno pingsan. Dokter yang memeriksanya menyatakan Profesor Ueno menderita penyakit jantung, dan siang itu kambuh. Mereka berusaha menolong dan menyadarkan kembali Profesor. Namun tampaknya usaha mereka sia-sia. Profesor Ueno meninggal dunia.
Segera kerabat Profesor dihubungi. Mereka datang ke kampus dan memutuskan membawa jenazah profesor ke kampung halaman mereka, bukan kembali ke rumah Profesor di Shibuya.

Menjelang malam udara semakin dingin di stasiun Shibuya. Tapi Hachiko tetap bergeming dengan menahan udara dingin dengan perasaan gelisah. Seharusnya Profesor Ueno sudah kembali, pikirnya. Sambil mondar-mandir di sekitar balkon Hachiko mencoba mengusir kegelisahannya. Beberapa orang yang ada di stasiun merasa iba dengan kesetiaan anjing itu. Ada yang mendekat dan mencoba menghiburnya, namun tetap saja tidak bisa menghilangkan kegelisahannya.

Malam pun datang. Stasiun semakin sepi. Hachiko masih menunggu di situ. Untuk menghangatkan badannya dia meringkuk di pojokan salah satu ruang tunggu. Sambil sesekali melompat menuju balkon setiap kali ada kereta datang, mengharap tuannya ada di antara para penumpang yang datang. Tapi selalu saja ia harus kecewa, karena Profesor Ueno tidak pernah datang. Bahkan hingga esoknya, dua hari kemudian, dan berhari-hari berikutnya dia tidak pernah datang. Namun Hachiko tetap menunggu dan menunggu di stasiun itu, mengharap tuannya kembali. Tubuhnya pun mulai menjadi kurus.

Para pegawai stasiun yang kasihan melihat Hachiko dan penasaran kenapa Profesor Ueno tidak pernah kembali mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Akhirnya didapat kabar bahwa Profesor Ueno telah meninggal dunia, bahkan telah dimakamkan oleh kerabatnya.

Mereka pun berusaha memberi tahu Hachiko bahwa tuannya tak akan pernah kembali lagi dan membujuk agar dia tidak perlu menunggu terus. Tetapi anjing itu seakan tidak percaya, atau tidak peduli. Dia tetap menunggu dan menunggu tuannya di stasiun itu, seakan dia yakin bahwa tuannya pasti akan kembali. Semakin hari tubuhnya semakin kurus kering karena jarang makan.

Akhirnya tersebarlah berita tentang seekor anjing yang setia terus menunggu tuannya walaupun tuannya sudah meninggal. Warga pun banyak yang datang ingin melihatnya. Banyak yang terharu. Bahkan sebagian sempat menitikkan air matanya ketika melihat dengan mata kepala sendiri seekor anjing yang sedang meringkuk di dekat pintu masuk menunggu tuannya yang sebenarnya tidak pernah akan kembali. Mereka yang simpati itu ada yang memberi makanan, susu, bahkan selimut agar tidak kedinginan.

Selama 9 tahun lebih, dia muncul di station setiap harinya pada pukul 3 sore, saat dimana dia biasa menunggu kepulangan tuannya. Namun hari-hari itu adalah saat dirinya tersiksa karena tuannya tidak kunjung tiba. Dan di suatu pagi, seorang petugas kebersihan stasiun tergopoh-gopoh melapor kepada pegawai keamanan. Sejenak kemudian suasana menjadi ramai. Pegawai itu menemukan tubuh seekor anjing yang sudah kaku meringkuk di pojokan ruang tunggu. Anjing itu sudah menjadi mayat. Hachiko sudah mati. Kesetiaannya kepada sang tuannya pun terbawa sampai mati.

Warga yang mendengar kematian Hachiko segera berduyun-duyun ke stasiun Shibuya. Mereka umumnya sudah tahu cerita tentang kesetiaan anjing itu. Mereka ingin menghormati untuk yang terakhir kalinya. Menghormati sebuah arti kesetiaan yang kadang justru langka terjadi pada manusia.


Mereka begitu terkesan dan terharu. Untuk mengenang kesetiaan anjing itu mereka kemudian membuat sebuah patung di dekat stasiun Shibuya. Sampai sekarang taman di sekitar patung itu sering dijadikan tempat untuk membuat janji bertemu. Karena masyarakat di sana berharap ada kesetiaan seperti yang sudah dicontohkan oleh Hachiku saat mereka harus menunggu maupun janji untuk datang. Akhirnya patung Hachiku pun dijadikan symbol kesetiaan. Kesetiaan yang tulus, yang terbawa sampai mati.

Bagaimanakah kesetiaan kita terhadap Tuhan dan sesama? Kalau anjing saja bisa setia kepada tuannya, masakan kita tidak bisa setia? Kesetiaan merupakan sifat ilahi di dalam diri orang percaya dan merupakan buah dari pekerjaan Roh dalam diri orang percaya.
Jika kita mencerminkan sifat-sifat kesetiaan dalam hidup kita, maka itu berarti kita hidup di dalam Roh Kudus.
Jika kita setia, maka kesetiaan akan memimpin kita dalam mengiring dan melayani-Nya, kendatipun kesulitan dan kesukaran mewarnai hidup.


Mari belajar untuk lebih setia dan taat kepadaNya di tahun 2010 ini.. pertobatan kita adalah sebuah hadiah yg luar biasa bagi Jesus Christ di awal tahun ini ^^,

Happy new year.. Tuhan Yesus memberkati..


Best regards,